Asam
Asetilsalisilat (asetosal)
Asetosal adalah obat anti-nyeri yang sampai sekarang
banyak digunakan. Zat ini juga berkhasiat sebagai anti-demam dan pada dosis
rendah sekali (80 mg) berdaya hambat agregasi trombosit. Pada dosis lebih besar
dari normal (>5 gr sehari) obat ini berkhasiat sebagai anti-radang. Obat ini
juga banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia untuk pencegah
infark kedua setelah terjadi serangan. Hal ini karena daya antitrombotisnya.
Resorpsinya terjadi secara cepat dan praktis lengkap, terutama dibagian pertama
duodenum. Namun, karena sifatnya asam, sebagian zat ini diserap pula di
lambung. Mulai efek analgetiknya dan efek antipiretiknya cepat, yakni setelah
30 menit dan bertahan 3-6 jam; kerja anti-radangnya terlihat setelah 1-4 hari.
Resorpsi dari rectum (suppositoria) lambat dan tidak menentu, sehingga dosis
perlu di gandakan. Didalam hati zat ini segera di hidrolisa menjadi asam
salisilat dengan daya anti nyeri lebih ringan. PP-nya 90-95%, plasma-t½-nya
15-20 menit, masa paruh asam salisilat 2-3 jam pada dosis 1-3 g/hari.[1]
Pemberian
secara per oral, salisilat akan di absorpsi di dalam lambung dan usus halus
melalui cara difusi pasif.[2] Absorbsi sebagian salisilat di lambung ini dalam bentuk
utuh dengan daya absorbsi 70%. Namun, sebagian besar absorbsi terjadi dalam usus
halus bagian atas.[3] Salisilat mencapai
plasma dalam waktu 30 menit dan mencapai konsentrasi puncak setelah 1 -2 jam.
Pada dosis kecil , mempunyai waktu paruh kira-kira 4 jam. Pada dosis yang
digunakan sebagai antiinflamasi (4-6 g /hari) dengan kadar salisilat serum
mencapai 200-300 mg/L, menunjukkan waktu paruh 12-25 jam.[2] Setelah dihidrolisa, salisilat
segera di distribusikan ke seluruh tubuh dan cairan transeluler. Kecepatan
absorbsi tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH
permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung.
Salisilat dapat ditemukan dalam cairan sinovial, cairan spinal, liur dan air
susu. Kadar tertingggi dicapai kira-kira
2 jam setelah pemberian. [3]
Mekanisme
kerja asetosal adalah dengan menghambat enzim siklooksigenase
melalui beberapa mekanisme. Asetosal berikatan secara kovalen dengan sisa serin
dari enzim siklooksigenase secara irreversibel, yang selanjutnya berakibat
terjadinya hambatan pada sintesis prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan
A2.[4] Penghambatan pada sintesis prostaglandin dan prostasiklin
akan menimbulkan efek anti-inflamasi, analgetik dan anti-piretik, sedangkan
penghambatan pada prostasiklin dan tromboksan A2 akan menghambat agregasi
trombosit sehingga menyebabkan terjadinya perpanjangan waktu perdarahan.[5]
Penggunaan asetosal dosis rendah dapat menghambat sintesis TXA2 di
trombosit tanpa mempengaruhi sintesis PGI2 di endotelium pembuluh darah. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan sensitivitas antara enzim
siklooksigenase di trombosit dengan di endothelial. Kemampuan sel
endotel pembuluh darah untuk mensintesis enzim baru, dan asetilasi
presistemik enzim siklooksigenase trombosit karena penggunaan
asetosal dosis rendah.[6] Enzim siklooksigenase pada endotelial
pembuluh darah kurang peka terhadap asetosal dosis rendah daripada enzim
siklooksigenase pada trombosit, yang berarti bahwa pengaruh asetosal
pada penghambatan tromboksan A2 lebih banyak dan lebih lama daripada
prostasiklin yang dihasilkan di sel endothelial pembuluh darah.[7]
Efek samping yang sering terjadi
berupa iritasi mukosa lambung dengan resiko tukak lambung dan pendarahan samar
(occult) akibat sifat asam dari asetosal. Hal ini dapat dikurangi melalui kombinasi
dengan suatu antasidum (MgO, Al(OH)3, CaCO3) atau
digunakan garam kalsiumnya (carbasalat). Selain itu, asetosal menimbulkan efek
spesifik, seperti reaksi alergi kulit dan tinnitus (telinga berdengung) pada
dosis yang lebih tinggi. Efek lebih serius berupa kejang-kejang bronchitis
hebat, yang pada pasien asma menimbulkan serangan walaupun dalam dosis rendah. [1]
Daftar Pustaka
1. Tjay,T.H. dan K. Raharja.2007.
Obat-Obat Penting Edisi ke-6. Jakarta : ElexMedia Komputindo.
2. Majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-kedokteran/article/view/31/pdf.
3. Wimana, F. F., 1995, Analgesik-antipiretik
analgesik anti-inflamasi steroid dan obat pirai, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal.
207-222.
4. Neal
MJ. 1992. Medical Pharmacology at Glance: Drug Used to Affect Blood
Coagulation; Non Steroidal antiinflamatory Drug (NSAIDs). Second edition.
London: Blackwell Science. P. 44 – 45, 66 – 67.
5. Rang
HP, Dale MM. 1991. Pharmacology: Drug Used to Suppress Inflamatory and Immune
Reaction. Second edition. Edinburg. London. Melbourne. New York. Tokyo and
Madrid: Churchill Livingstone Inc. p 262 – 264, 390 – 391.
6. Kallmann
R et al., 1987, Effects of Low
Doses
Aspirin, 10 mg and 30 mg Daily,
on
Bleeding Time, Thromboxane Production and 6-keto-PGF1α Excretion in Healthy Subjects, J.
Thrombosis Research,
vol.45 no 4, p. 355 – 361.
7. Cawson
RA, Spector RG, Skelly AM, 1995, Basic Pharmacology and Clinical Drug Use in
Dentistry; The Blood, sixth edition, edinburgh, Hongkong, London, Madrid,
Melbourne, New York and Tokyo: Churchill Livingstone, p. 51 – 52, 77, 97.
pertanyaan :
1. Bagaimana mekanisme kerjanya secara singkat ?
2. efek samping yang paling sering terjadi ?
3. interaksi obat ?
4. apakah penggunaan asetosal dapat di kombinasikan ?
5. dosis yang tepat pada penggunaan asetosal ?
Hai Ummi
BalasHapusApakah asetosal bekerja secara selektif? Apakah asetosal mengalami first pass effect?
hai juga kak
HapusAsetosal tidak bekerja secara selektif, karena asetosal bekerja tidak hanya menghambat kerja enzim cox2 saja tetapi juga menghambat kerja enzim cox1.Dan asetosal ini termasuk salah satu obat yang mengalami efek lintas pertama yang kuat dimana obat ini mengalami pengurangan konsentrasi sebelum obat sampai ke sirkulasi sistemik.
apakah boleh asetosal dikonsumsi bagi penderita penyakit hati dan ginjal ? berpengaruh atau tidak terhadap efek samping ?
BalasHapusAsetosal tidak di perbolehkan bagi penderita penyakit hati dan ginjal, karena salah satu efek sampingnya dapat menyebabkan gangguan pada hati dan ginjal sehingga apa bila di konsumsi oleh penderita maka akan memperparah penyakit hati dan ginjal penderita tersebut.
HapusTlg jelaskan bagaimana mekanisme dari aktivitas antipiretik?
BalasHapussaya akan membantu menjawab, obat-obat anlgetik bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).
Hapusbagaimana bioaktivitas dari Asam Asetilsalisilat (Asetosal)?
BalasHapusbioaktifitas asetosal yaitu menghambat pembentukan hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandin. Siklooksigenase adalah enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandin dan tromboksan. Asetosal mengasetil enzim tersebut secara irreversible. Prostaglandin adalah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek berbagai di dalam tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan modulasi termostat hipotalamus. Tromboksan bertanggungjawab pula dalam agregasi platelet. Serangan jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju ke otak. Oleh itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar kecil dianggap baik dari segi pengobatan.Namun, efeknya darah lambat membeku menyebabkan pendarahan berlebihan bisa terjadi. Oleh karena itu, pasien yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolehkan mengonsumsi aspirin.
Hapus3. misalnya dengan obat ACE inhibitor
BalasHapusMengurangi respon tekanan darah (TD) terhadap terapi ACEI. Mengurangi efek hiponatremi dari ACE I.
Monitor Tekanan darah (TD)
no 2 efek samping yang paling sering terjadi adalah: Serangan asma dan sesak napas, Rasa tidak nyaman pada lambung, mengantuk.
BalasHapus